Meskipun secara resmi Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 namun serangkaian peristiwa dan tragedi berdarah masih mewarnai perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan.
Terbukti banyak sekali pertempuran dan perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah yang hingga kini bisa kita kenang melalui sejarah nasional Indonesia. Selain terjadi di pulau Jawa pertempuran pasca kemerdekaan juga terjadi di pulau Sulawesi yang terkenal dengan sebutan peristiwa merah putih di Manado.
Kejadian ini menjadi rentetan peristiwa penting awal kemerdekaan Indonesia. Terlepas dari peristiwa sejarah di wilayah tersebut sebelum kemerdekaan latar belakang perjuangan yang melibatkan rakyat Manado, Tomohon, dan Minahasa ini bermula setelah Jepang secara resmi mengakui kekalahannya atas pasukan Sekutu. Sebagaimana wilayah lain di Indonesia, Sulawesi yang sebelumnya diduduki tentara Jepang nantinya akan diambil alih oleh pasukan Sekutu, akan tetapi pada tanggal 21 Agustus 1945 tentara Jepang yang ada di tempat tersebut telah menyerahkan wilayah Sulawesi pada E.H.W Palengkahu yang merupakan pembesar dari Barisan Pemuda Nasional Indonesia (BPNI).
Baca Juga Perjuangan mempertahankan kemerdekaan indonesia
Setelah peristiwa penyerahan tersebut BPNI secara sembunyi-sembunyi melakukan kerjasama dengan Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL) untuk merebut kekuasaan dari tangan penjajah. Padahal sebagaimana kita ketahui bersama KNIL merupakan barisan bersenjata yang dibentuk oleh Belanda, namun pada masa tersebut anggota KNIL yang awalnya bertindak atas kepentingan Belanda telah menyadari dan berpihak pada tanah air mereka untuk melawan penjajah.
Komunikasi dan kerjasama yang dibangun oleh BPNI ini di dengar pasukan NICA yang kemudian menangkap para anggota BPNI pada tanggal 10 Januari 1946 dan dilanjutkan dengan penangkapan tokoh-tokoh KNIL pada 10 Februari 1946. Mengetahui hal tersebut para anggota KNIL di wilayah Sulawesi lainnya berusaha mencari jalan keluar untuk melawan kesewenangan Belanda.
Pada dini hari tanggal 14 Februari 1946 pasukan KNIL bergerak untuk melakukan penyerangan terhadap markas pasukan Belanda yang sebelumnya telah mereka persiapkan. Keberhasilan pasukan KNIL melucuti senjata pasukan Belanda berlanjut dengan membebaskan para petinggi KNIL yang sebelumnya telah ditangkap, pengibaran bendera merah putih di seluruh penjuru Sulawesi terlebih di wilayah Minahasa dan Manado terlihat mewarnai semangat juang mereka dan kemudian dikenal sebagai peristiwa merah putih di Manado.
DAMPAK PERISTIWA MERAH PUTIH 14 FEBRUARI 1946 DI MANADO
Di Sulawesi Utara peristiwa Merah-Putih 14 Februari 1946 masih dikenangkan, namun arti dan nilai peristiwa terlupakan. Dampaknya tidak ada lagi sekarang. Waktu Presiden Soekarno memaklumkan pada peringatannya 10 Maret 1965 di Istana ‘’bahwa Hari 14 Februari adalah hari Sulawesi Utara’’ sejarah dunia membenarkan ucapan Bung Karno ini dan, sejarah perjuangan Indonesia mensyukurinya
A. Dampak Dalam Sejarah Dunia
Berturut-turut radio-radio Australia, San Franscisco dan BBC London dan Harian Merdeka di Jakarta menyiarkan tentang ‘’Pemberontakan Besar di Minahasa’’.
Dampak peristiwa ini pada tentara Sekutu (AS-Inggris-Belanda) menggemparkan. Bagi tentara AS yang sudah payah dan ingin pulang ke tanah airnya, masih harus mendeportasi 8000 tawanan tentara Jepang di Girian.
Tentara Belanda yang menjadikan Minahasa sebagai basisnya yang kuat untuk menyerang Republik Indonesia yang berpusat di Yogya, malah harus menyerahkan diri kepada TRISU-Taulu di Teling. Peristiwa 14 Februari 1946 di Manado tercatat dalam sejarah dunia, karena wakil Sekutu-Inggris di Makassar Col Purcell menyatakan pada 24 Februari 1946 di Teling-Manado ‘’bahwa pada hari ini tentara Sekutu menyatakan perang dengan kekuasaan Sulawesi-Utara (Lapian-Taulu)’’.
Sulawesi Utara sudah dianggapnya suatu negara merdeka yang memiliki wilayah, pemerintah, tentara dan rakyatnya sendiri secara utuh dari 14 Februari tetapi akhirnya menyerah kalah pada 11 Maret 1946.
B. Dampak Dalam Sejarah Indonesia
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 memberikan tugas kepada seluruh bangsa Indonesia: ‘’Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Soekarno-Hatta.’’ Tugas ini telah dilaksanakan oleh Lapian-Taulu dengan sangat berhasil melalui kudeta 14 Februari 1946, walaupun hanya dapat bertahan selama 24 hari dan kemudian dilanjutkan dengan revolusi kemerdekaan sampai akhir 1950 (KMB).
Selama perang kemerdekaan RI dari 1945-1949, hanya kudeta 14 Februari 1946 yang berhasil merebut kekuasaan Belanda dan menggantikannya dengan suatu pemerintahan nasional yang merdeka di bawah pimpinan Lapian-Taulu. Semua pejabat Belanda NICA-KNIL ditangkap, ditawan dan dideportasi ke Morotai.
Di tahun 1946-1948 sesuai perjanjian Linggarjati dan Renville oleh kedua pihak RI dan Belanda, wilayah nusantara yang di luar Jawa-Sumatera tidak termasuk dalam kekuasaan RI yang berpusat di Yogya, namun pemerintah Merah-Putih Lapian-Taulu pada 22 Februari 1946 menyatakan dalam rapat umum di Lapangan Tikala Manado, bahwa Sulawesi Utara adalah bagian dari NKRI yang berpusat di Yogya.
Peristiwa Merah-Putih di Sulawesi Utara meliputi seluruh perjuangan kemerdekaan di daerah Gorontalo, Bolaang Mongondow, Manado, Minahasa dan Sangir-Talaud yang dinyatakan oleh Bung Karno dipusatkan pada 14 Februari sebagai Hari Sulawesi Utara. Hal ini dilandasi pada fakta di Sulawesi Utara sendiri, karena pada saat itu tokoh-tokoh perintis kemerdekaan di daerah, Nani Wartabone, Raja Manoppo, OH Pantouw, GEDA Dauhan berada dan turut serta dalam menegakkan kemerdekaan Merah Putih di Manado.