loading...
Beberapa Kerajaan Islam di Indonesia mulai berdiri pada abad ke-13. Pada waktu itu Kerajaan Sriwijaya sedang mengalami masa kemunduran. Di kawasan pesisir pantai Sumatera sudah berdiri beberapa kerajaan Islam. Berita ini diketahui dari catatan harian Marco Polo yang pernah singgah di Sumatera.
Perkembangan kerajaan Islam di Indonesia dimulai di kawasan Selat Malaka yang diawali dengan munculnya Kerajaan Perlak kemudian berkembang dan mendorong kerajaan kerajaan Islam di Indonesia lainnya, seperti kerajaan Samudra Pasai, dan Kerajaan Aceh.
Berita tentang perkembangan islam di indonesia pada abad ke-7 Masehi ini dibawa oleh pedagang-pedagang yang berasal dari arab. Pedagang-pedagang arab menjalin hubungan kerja sama dengan indonesia dalam bidang ekonomi. Para pedagang arab masuk melalui pantai Sumatra Utara atau wilayah Samudra Pasai. Tempat ini dianggap menjadi daerah pertama yang mendapat pengaruh islam. Dari daerah Samudra Pasai menyebar ke Selat Malaka lalu ke pulau Jawa. Berita tentang masuknya islam di indonesia pada abad ke-7 Masehi didasarkan dari berita Dinasti T’ang dari Cina yang menyebutkan bahwa orang-orang Arab dan Persia yang mengurungkan niatnya untuk menyerang Ho Ling dibawah kepemimpinan Ratu Sima pada tahun 647 Masehi.
Masuknya Islam di nusantara ternyata bukan hanya mengubah pandangan dan kepercayaan orang Jawa terhadap cara mempercayai ketuhanan yang mereka percayai sebelumnya, melainkan merubah juga beragam hal lain salah satunya dalam bidang politik. Kerajaan Islam di Indonesia.
Perubahan di dunia politik yang diyakini masyarakat Jawa sesudah masuknya ajaran Islam dibuktikan dengan terbangunnya beberapa kerajaan Islam semenjak abad ke 15, dengan Kesultanan Demak sebagai pelopornya. Berikut ini kerajaan-kerajaan Islam di Jawa:
1. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai berdiri pada abad ke-13 M setelah kehanduran Kerajaan Sriwijaya dengan pendiri bernama Sultan Malik al Saleh. Letak Kerajaan Samudra Pasai berada di daerah Aceh Utara di Kabupaten Lokseumawe. Kerajaan Samudra Pasai merupakan gabungan dari kerajaan Pase dan Peurlak. Pada tahun 1297 Sultan Malik al Saleh wafat dan digantikan oleh Sultan Mahmud sebagai putra Sultan Malik al Saleh dari perkawinannya dengan putri Raja Peurlak. Selanjutnya Kerajaan Samudra Pasai dipimpin oleh Sultan Malik Al Tahir pada tahun 1326. Pada masa pemerintahan Sultan Malik Al Tahir, koin emas sebgai mata uang di Kerajaan Samudra Pasai. Seiring perkembangannya Pasai menjadi pusat perdagangan dan penyebaran agama islam. Setelah Sultan Malik Al Tahir wafat digantikan oleh Sultan Mahmud Malik az- Zahir sampai tahun 1345.
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, Kerajaan Perlak telah menjadi bagian dari kedaulatan Pasai, kemudian ia juga menempatkan salah seorang anaknya yaitu Sultan Mansur di Samudera. Namun pada masa Sultan Ahmad Malik az-Zahir, kawasan Samudera sudah menjadi satu kesatuan dengan nama Samudera Pasai yang tetap berpusat di Pasai. Pada masa pemerintahan Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir, Lide (Kerajaan Pedir) disebutkan menjadi kerajaan bawahan dari Pasai. Sementara itu Pasai juga disebutkan memiliki hubungan yang buruk dengan Nakur, puncaknya kerajaan ini menyerang Pasai dan mengakibatkan Sultan Pasai terbunuh. Namun Kesultanan Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh Portugal tahun 1521 yang sebelumnya telah menaklukan Melaka tahun 1511, dan kemudian tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh.
Beberapa peninggalan bersejarah dari Kerajaan Samudra Pasai adalah Cakra Donya , Naskah Surat Sultan Zainal Abidin , Makam Sultan Malik al Saleh, Makam Zain al-Abidin Malik az-Zahir, stempel kerajaan Samudra Pasai, Makam Ratu Al-Aqla.
2. Kerajaan Demak
Kerajaan islam pertama dipulau jawa adalah Kerajaan Demak yang berdiri dari tahun 1478 dengan pimpinan Raden Patah. Sebelumnya Demak yang masih bernama Bintoro merupakan daerah vasal Majapahit yang diberikan Raja Majapahit kepada Radeen Patah. Daerah kekuasaan kerajaan Demak mencakub Banjar, Palembang, Maluku, serta bagian utara pantai pulau jawa. Pada saat itu ulama memegang peran penting dalam masyarakat dengan pengangkatan Sunan Kalijaga dan Ki Wanalapa sebagai penasehat kerajaan. Pada tahun 1507 Raden patah digantikan oleh putranya yaitu Pati Unus.
Pati Unus masih banyak mengalami kegagalan saat memimpin kerajaan Demak. Namun karena keberanian Pati Unus untuk menyerang portugis yang berada di Malaka, maka Pati Unus dijuluki sebagai Pangeran Sabrang Lor. Pada tahun 1521 Pati Unus wafat dan digantikan oleh adiknya bernama Trenggana, dan mengalami masa kejayaan. Kerajaan Demak mengalami kehancuran karena terjadi perang saudara untuk memperebutkan tahta di Kerajaan Demak.
Contoh peninggalan bersejarah Kerajaan Demak adalah Masjid Agung Demak, Pintu Bledek, Soko Tatal dan Soko Guru, Bedug, Kentongan, Situs Kolam Wudhu, Makrusah, Dampar Kencana, Piring Campa.
3. Kerajaan Aceh
Setelah jatuhnya Kerajaan Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511, pusat perdagangan Islam kembali ke wilayah Aceh. Awalnya Aceh dikuasai Kerajaan Pedir, namun setelah Kerajaan Malaka jatuh ke tangan Portugis, banyak pedagang Islam dari Malaka yang pindah ke Aceh. Dari sebab inilah terbentuk kerajaan Islam di Indonesia selanjutnya yang dikenal dengan Kerajaan Aceh
Bahkan kapal-kapal dari Asia Selatan tidak lagi singgah di Malaka karena pemerintah Portugis di Malaka menjalankan monopoli dana memungut bea pajak dan cukai yang cukup tinggi.
Pada masa itu, Aceh mampu menghimpun kekuatan dan mendapatkan kemerdekaan dari Pedir. Raja pertama Kerajaan Aceh adalah Raja Ibrahim yang bergelar Sultan Ali Mughayat Syah (1514 – 1528). Sebagai negara yang mandiri, Kerajaan Aceh merupakan kerajaan yang berkembang pesat.
Pada tahun 1515 dan 1529, Kerajaan Aceh menyerang Portugis di Malaka dengan bantuan dari Kerajaan Demak, akan tetapi tidak berhasil. Hal tersebut diakibatkan oleh armada Kerajaan Aceh waktu belum kuat.
Pada tahun 1528, Sultan Ali Mughayat Syah meninggal, ia kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Salahuddin (1528 – 1537) yang kemudian digantikan oleh adiknya yang bernama Sultan Alauddin Ri’ayat Syah (1537 – 1568). Ia berusaha mengembangkan kerajaannya dan menduduki Sumatra sebelah barat sampai Bengkulen (Bengkulu) dan Sumatra bagian timur sampai Danau Toba.
Pada pertengahan abad ke-16, Kerajaan Aceh menduduki daerah-daerah di Semenanjung Malaka. Karena kegagahan dan keberhasilannya menguasai wilayah-wilayah yang luas, Sultan Alauddin Ri’ayat Syah diberi gelar Al Qahhar yang berarti gagah perkasa.
Tahun 1568 dengan bantuan Turki, Kerajaan Aceh melancarkan serangan terhadap Portugis di Malaka namun belum membuahkan hasil. Selanjutnya, Sultan Alauddin Ri’ayat Syah digantikan oleh putranya Sultan Husin (1568 – 1575).
Raja selanjutnya berturut-turut adalah Sultan Alauddin Mansyur Syah (1577 – 1586), Raja Buyung (1586 – 1588) dan Sidi Al Mukamil (1588 – 1604). Sultan Sidi Al Mukamil dikenal dengan sultan yang sangat alim dan halus budi bahasanya. Selain itu, pada masa pemerintahannya hidup seorang laksamana dan pahlawan wanita, yakni Laksamana Malahayati.
Usia Sultan Sidi Al Mukamil yang sudah tua menyebabkan beliau menyerahkan tahta Kerajaan Aceh kepada putranya yang bernama Sultan Kuasa Muda yang bergelar Sultan Ali Ri’ayat Syah (1604 – 1607). Pada masa itu semangat untuk melawan kekuasaan Portugis di Malaka menyala dan terus berkobar. Tahun 1585, Portugis akhirnya menyerang Kerajaan Aceh dipimpin oleh Jorge Tumodo Homes dan Don Joao Ribeiro Gaio tetapi gagal.
Tahun 1607, Sultan Ali Ri’Ayat Syah digantikan Darmawangsa Tun Pangkat yang bergelar Sultan Iskandar Muda dan memerintah tahun 1607 – 1636. Iskandar Muda menjadikan Kerajaan Aceh mencapai zaman keemasannya dan memperluas wilayah kekuasaan hingga ke Johor, Perlak, Pahang, Bintan, Nias dan Deli.
Tahun 1629, Kerajaan Aceh di bwa pemerintahan Sultan Iskandar Muda mencoba kembali menyerang Malaka. Sebanyak dua kali, Kerajaan Aceh mendapat bantuan dari Kesultanan Demak (Pangeran Sabrang Lor tahun 1512; Ratu Kalinyamar tahun 1550 dan 1574), tetapi sayangnya serangan ini juga tidak berhasil.
Corak kehidupan masyarakat Kerajaan Aceh sangat kental dengan adat istiadat dan agama Islam sehingga para ulama berpengaruh besar dalam kehidupan masyarakat.
Dalam bidang filsafah, agama, dan sastra Aceh, muncul beberapa ulama besar yang terkenal zaman itu seperti Hamzah Fansuri. Ia menulis buku-buku tentang filsafah agama Islam dan syair-syair keagamaan, serta mengajarkan ilmu tasawuf yang dipengaruhi oleh ulama-ulama besar dari Iran.
Muridnya yang turut mengajarkan ajaran-ajarannya misalnya Syamsuddin Pasai. Selain itu, terdapat seorang ulama besar yang bernama Nuruddin Ar Raniri yang merupakan pengarang buku Bustanus Salatin (Taman Raja-Raja) buku ini berisi tentang ajaran-ajaran keagamaan, kesusilaan, dan sejarah. Nuruddin Ar Raniri juga membentangkan adat istiadat suku-suku Aceh dan ajaran-ajaran agama Islam yang ditulis dalam bahasa Melayu.
Kemunduran Kerajaan Aceh dimulai saat Iskandar Muda digantikan oleh menantunya yang bernama Iskandar Thani (1636 – 1641). Tahun 1641, Iskandar Thani digantikan oleh permaisurinya (putri Iskandar Muda). Permaisuri dan pengganti-penggantinya kurang cakap dalam menghadapi kelicikan VOC yang telah merebut Malaka (1641).
Pada tahun 1681, Aceh terpaksa mengadakan hubungan dengan VOC. Sejak saat itu Kerajaan Aceh semakin dipersempit oleh VOC.
4. Kerajaan Islam Mataram
Kerajaan Islam Mataram didirikan oleh Sutowijoyo pada tahun 1586. Kerajaan Islam Mataram terletak di Kotagede, sebelah tenggara kota Yogyakarta. Pada tahun 1601 Sutowijoyo wafat dan digantikan oleh Mas Jolang atau Penembahan Seda ing Krapyak. Pada pemerintahan Mas Jolang atau Penembahan Seda ing Krapyak banyak terjadi pemberontokan. Lalu Mas Jolang atau Penembahan Seda ing Krapyak mengirimkan pasukan tentara untuk melawan pemberontakan itu. Sayangnya sebelum selesai untuk menumpas pemberontakan, Mas Jolang wafat terlebih dahulu. Lalu Mas Jolang digantikan oleh Adipati Martapura, tetapi akhirnya Adipati Martapura wafat karena sakit-sakitan. Setelah itu digantikan oleh Mas Rangsang, dan mengalami kenaikan di beberapa sektor. Mas Rangsang sebagai raja yang lebih terkenal dengan sebutan Sultan Agung.
Peninggalan Bersejarah dari Kerajaan Oslam Mataram yaitu Sastra Gendhing karya dari sultan Agung, Tahun Saka, Kerajinan perak, Kalang Obong, Kue Kipo, Batu Datar, Pakaian kyai Gundhil, Gapura Makan Kotagede.
5. Kerajaan cirebon
Kesultanan Cirebon merupakan kerajaan Islam pertama di daerah Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Ia diperkirakan lahir pada tahun 1448 M dan wafat pada tahun 1568 M, dalam usia 120 tahun. Kedudukannya sebagai Wali Songo mendapatkan penghormatan dari raja-raja di Jawa, seperti Demak dan Pajang. Setelah Cirebon resmi berdiri sebuah Kerajaan Islam yang merdeka dari kekuasaan Kerajaan Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha meruntuhkan Kerajaan Pajajaran yang belum menganut ajaran Islam.
Dari Cirebon Sunan Gunung Jati, mengembnagkan ajaran Islam kedaerah-daerah lain seperti Majalengka, Kuningan, Galuh, Sunda Kelapa dan Banten. Pada tahun 1525 M, ia kembali ke Cirebon dan menyerahkan Bnten kepada anaknya yang bernama Sultan Hasanuddin. Sultan inilah yang meruntuhkan raja-raja Banten.
Setelah Sunan Gunung Jati wafat, ia digantikan oleh cicitnya yang bergelar Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu. Panembahan wafat pada tahun 1650 M dan digantikan oleh putranya yang bernama Panembahan Girilaya. Sepeninggalannya, Kesultanan Cirebon dipecah menjadi dua pada tahun 1697 dan dipentahkan oleh dua orang putranya, yaitu Martawijaya atau Panembahan Sepuh dan Kartawijaya atau Panembahan Anom. Penembahan Sepuh memimpin Kesultanan Kasepuhan yang bergelar Syamsuddin, semeentara Panembahan Anom memimpin Kesultanan Kanoman yang bergelar Badruddin.
6. Kerajaan Banjar
Pada abad ke-16, di pedaleman Kalimantan terdapat Kerajaan Nagaradaha (Kerajaan Daha). Banjarmasin merupakan slah satu wilayah kekuasaan kerajaan tersebut. Kerajaan Banjar merupakan kelanjutan dari Kerajaan Daha yang beragama Hindu yang dipimpin oleh Raja Sukarama. Adipai Banjarmasi yang bernama Raden Samudera berhasil menaklukan kerajaan Nagaradaha dengan bantuan Kerajaan Demak. Akhirnya berdirilah Kerajaan Banjar dengan Raden Samudera sebagai rajanya. Setelah masuk Islam ia bergelar Sultan Suryanullah. Islam pertama kali masuk ke Banjarmasin pada abad XVI. Saat itu proses islamisasinya sebagian besar dilakukan oleh Kerajaan Demak. Dalam waktu yang tidak cukup lama, bahkan Islam banyak dianut masyarakat dari suku Bugis di sungai bagian timur Kalimantan. Ulama yang sangat terkenal di kerajaan tersebut adalah Syeh Muhammad Arsyad al-Banjari.
7. Kerajaan Islam Banten
Kerajaan Islam Banten didirikan oleh Hasanudin pada tahun 1552 di Banten. Ia mendapat mandat untuk memimpin Kerajaan Islam Banten oleh ayahnya, Raden Fatahillah. Kerajaan Islam Banten dibawah pimpinan Hasanudin semakin kuat dan memperluas daerah kekuasannya. Hasanudin dan ayahnya sangatlah giat dalam menyiarkan agama islam sewaktu Kerajaan Pakuan Pajajaran masih menganut agama hindu. Ini menyebabkan Kerajaan Pakuan Pajajaran semakin lemah dan terpuruk. Hasanudin memperluas daerah kekuasaan hingga lampung dan mempersunting Putri Sultan Indrapura.
Setelah Hasanudin wafat digantikan oleh Pangeran Yusuf sebagai anaknya. Pada tahun 1580 Pangeran Yusuf wafat dan digantikan oleh Maulana Muhamad. Di bawah pimpinan Maulana Muhamad, Kerajaan Islam Banten memperluas daerah kekuasaannya hingga ke Palembang. Palembang saat itu dipimpin oleh Ki Gede Ing Suryo yang berasal dari surabaya, dan hampir jatuh ke tangan kerajaan Islam Banten. Namun ditengah peperangan Maulana Muhamad gugur, dan tentara dikembalikan ke Banten.
Setelah Maulana Muhamad wafat, seharusnya digantikan oleh anaknya Abdul Mufakir. Namun waktu itu Abdul Mufakir baru berusia 5 bulan, maka kerajaan islam Banten dipimpin oleh seorang mangkubumi. Setelah Abdul Mufakir dewasa, beliau memimpin kerajaan didampingi oleh Pangeran Ranamenggala dan mengalami masa kejayaan sampai pada tahun 1600. Kemunduran kerajaan Islam Banten terjadi sejak masa pemerintahan Sultan Abdul Mufakkir di mana Belanda terus melakukan blokade-blokade yang mengakibatkan sempitnya ruang gerak kerajaan Islam Banten.
Peninggalan bersejarah dari kerajaan Islam Banten adalah Masjid Agung Banten, Istana Keraton Kaibon Banten, Istana Keraton Surosowan Banten, Benteng Speelwijk, Danau Tasikardi, Vihara Avalokitesvara, Meriam Ki Amuk, Mahkota Binokasih, Keris Penunggul Naga, Keris Naga Sasra.
8. Kerajaan Islam Ternate
Di Maluku terdapat 4 kerajaan yaitu Ternate, Tidore, Obi, dan Bacan. Dari keempat kerajaan tersebut Ternate dan Tidore merupakan kerajaan yang berkembang cepet karena sumber sempah-rempah yang sangat besar. Kerajaan Islam Ternate terletak di Maluku Utara dengan raja pertama adalah Sultan Marhum(1465 – 1486). Banyak para pedagang datang untuk melakukan perdagangan di Kerajaan Ternate, dan selain bertransaksi perdagangan mereka juga menyebarkan agama islam. Setelah Sultan Mahrum wafat digantikan oleh Sultan Harun. Pada masa pemerintahannya banyak pedagang Portugis yang membuat onar dan ingin menguasai rempah-rempah yang dihasilkan oleh Kerajaan Ternate. Banyak terjadi pertempuran antara orang-orang Portugis dengan tentara Kerajaan Ternate. Sampai akhirnya Sultan Harun membuat perjanjian perdamaian dengan Portugis. Namun saat melakukan perjanjian perdamaian, Sultan Harun di jebak dan dibunuh oleh orang-orang Portugis.
Sultan Harun digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Baabullah. Sultan Baabullah sangat marah dengan perlakuan orang-orang Portugis terhadap ayahnya. Selama 4 tahun lamanya terjadi pertarungan antara pasukan Sultan Baabulah dengan Portugis, akhirnya Portugis mengakui kekalahannya dan harus pergi dari Kerajaan Ternate. Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Baabullah.
Sepeninggal Sultan Baabulah pada tahun 1583, ia digantikan oleh purtanya yang bernama Sahid Barkat. Namun lama-kelamaan kerajaan Ternate mengalami keruntuhan karena tidak mampu melawan Spanyol dan VOC.
Peninggalan bersejarah kerajaan Islam Ternate adalah Istana Sultan Ternate, Masjid Jami Sultan Ternate, Makam Tua, Al-Quran tulisan raja, tempat berdoa, singgasana, tombak, pedang, senapan, tameng.
9. Kerajaan Kutai
Menurut risalah Kutai, dua orang penyebar Islam tiba di Kutai pada masa pemerintahan Raja Mahkota, yaitu Tuan di Bandang, yang dikenal dengan Dato’ Ri Bandang dari Makasar dan yang satunya adalah Tuan Tunggang Parangan. Setelah pengislaman itu Dato’ Ri Bandang kembali ke Makasar, sementara Tuan Tunggang Parangan tetap di Kutai. Raja Mahkota tunduk kepada keimanan Islam, setelah itu segera dibanun sebuah masjid dan pengajaran agama Islam dapat dimulai. Yang pertama mengikuti pengajaran itu adalah Raja Mahkota sendiri, kemudian pangeran, para mentri, panglima dan hulubalang dan akhirnya rakyat biasa.
Sejak itu Raja Mahkota berusaha keras menyebarkan Islam dengan pedang. Proses Islamisasi di Kutai dan daerah sekitarnya diperkirakan terjadi pada tahun 1575. Penyabaran lebih jauh daerah-daerah pedalaman dilakukan terutama pada waktu puteranya Aji di Langgar, dan pengganti-penggantinya meneruskan perang ke daerah Muara Kaman.
loading...
EmoticonEmoticon